sudah tahukah anda , dengan cerita dari rumah gurita ini ??
bacalah ....
Butiran air hujan menerpa wajahku saat melintas di Jalan Layang Paspati dengan menaiki motor tadi pagi. Ini terjadi lantaran kaca helm tidak ditutup. Cukup merepotkan memang, dan tentunya membuat mata perih. Tapi kalau kaca helm ditutup, lebih merepotkan lagi karena pemandangan jadi terhalang. Baban, wartawan tangguh dari detikbandung.com sudah berada di depan dengan motor Shogun kesayangannya. Sepertinya dia juga mengalami hal yang sama, tertimpa butiran hujan yang tampak kurang bersahabat. Jaket yang dipakainya sedikit berkibar, pertanda angin begitu kencang. Hari itu, meski diguyur hujan gerimis, kami bertekad berangkat menuju Komplek Perumahan Sukadamai di kawasan Pasteur untuk mengungkap misteri rumah Gurita yang kembali ramai dibicarakan di jagat maya.
Ide mengungkap misteri rumah Gurita memang dilontarkan Baban hari Minggu (1/2) lalu usai meliput ekspos kasus kejahatan jalanan selama 10 hari di Polresta Bandung Barat. Mantan aktivis kampus yang fotonya pernah nampang di Harian Metro Bandung (sekarang Tribun Jabar) tahun 2003 silam itu mengaku penasaran dengan keberadaan rumah gurita. Konon, berdasarkan hasil pencariannya di sejumlah blog, rumah tersebut terbilang angker. Bahkan, ada juga yang menyebut rumah gurita sebagai tempat ibadah aliran sesat. “Kang, saya besok menulusuri rumah gurita. Kantor sudah setuju. Akang mau ikut?” ajak Baban. Penasaran dengan cerita misteri di balik rumah gurita, aku pun mengamini ajakannya. “Saya pagi-pagi kang. Bagusnya jam berapa?” tanya Baban mempertimbangkan waktu. “Bagusnya jam 9 aja Ban. Kalau jam 8, saya nganter anak dulu,” jawabku diiyakan Baban. “Besok kita kontak-kontak lagi,” ujar Baban.
Tadi pagi, pukul 08.00 WIB aku mengontak Baban, memastikan waktu dan tempat janjian. Baban memberi usul agar kita bertemu di Gedung Sate, tepatnya di sekitar bakso Cuankie tempat biasa mangkal kawan-kawan wartawan. Aku menyepakatinya. Setelah mengantar anak ke TK, aku langsung menyalakan motor dan meluncur ke Gedung Sate. Sial, gara-gara terjebak macet di kawasan Samsat perempatan Soekarno-Hatta, aku terlambat 10 menit tiba di Gedung Sate. Baban sudah menunggu. Sejenak mengisap rokok, kami akhirnya berangkat karena khawatir hujan keburu turun. Benar saja, baru saja beranjak hujan sudah mengguyur. Tidak begitu deras memang, tapi cukup mengganggu. Sedikit kuyup, kami tiba di Komplek Perumahan Sukadamai tidak jauh dari Hotel Grand Aquila. Tanpa mengalami banyak kesulitan, kami sampai di seberang rumah tersebut. Sepi. Tak ada aktivitas di rumah megah namun terlihat tak terurus itu. Baban mengeluarkan kamera HP, aku mengikuti langkahnya. Setelah mengambil beberapa gambar rumah gurita dari depan, kami bertanya pada seorang ibu yang sedang menyapu mengenai riwayat rumah tersebut. Tidak banyak data yang diperoleh. Ia hanya mengatakan, rumah gurita tersebut berada di belakang rumah di Jalan Sukadamai No 6 dan 47. Sementara pintu masuknya dari rumah No 6. Ibu itu lantas menyarankan kami bertanya kepada pemilik kios, tidak jauh dari tempat kami berdiri.
Sebelum beranjak, kami memperhatikan terlebih dulu detail rumah itu. Disebut rumah gurita, karena di atas rumah bertengger patung gurita menutupi hampir seluruh atapnya. Patung gurita itu berwarna gelap, sangat kontras dengan dinding rumah yang berwarna putih kusam. Bisa terlihat dari kejauhan, karena bentuk rumahnya yang megah dan tinggi, lebih tinggi dari rumah utama. Dua buah kaca besar bergambar kartu King dan Queen sekop, menghiasi bagian depan rumah tersebut. Di sebelah kaca utama terdapat gambar lelaki berjanggut. Tak jauh dari situ, terpasang lagi dua kaca yang masih bergambar kartu King dan Queen, kali ini dalam ukuran lebih kecil. Kaca bergambar kartu King dan Queen itu dikelilingi lukisan 8 wajah, 6 di atas dan 2 di bawah. Entah lukisan wajah siapa yang terpasang di kaca itu. Yang jelas, lukisan masing-masing wajah berbeda satu sama lain. Tidak hanya bisa dilihat dari Jalan Sukadamai, rumah gurita juga bisa dilihat dari Jalan Sukagalih. Dari sana, terlihat bagian belakang rumah dan patung gurita yang lebih jelas. Sementara dari Jalan Cipedes Selatan, terlihat bagian kaca pinggir rumah bergambar orang sedang menaiki kereta kuda.
“Rumah itu kepunyaan Pak Frans. Tapi orangnya jarang datang. Kalau tidak salah, sebelum Hotel Grand Aquilla dibangun, rumah itu sudah ada,” kata Yana, 37, pemilik kios yang ditunjukkan ibu tadi. Menurut Yana, karena bentuknya yang aneh, banyak orang yang bertanya-tanya mengenai rumah tersebut. “Banyak yang datang. Terus nanya yang aneh-aneh. Katanya dibilang rumah setan. Tapi, sejak saya buka kios tahun 1991, belum pernah ada sekelompok orang datang ke rumah itu,” kata Yana. Sebelum berbincang, kami memesan dua gelas kopi. Visto, 40, seorang house keeping Hotel Grand Aquilla yang kebetulan sedang berada di kios mengatakan, rumah tersebut memang menjadi perhatian banyak orang, terutama warga luar Bandung. “Warga Jakarta banyak yang sengaja menginap di Hotel Aquilla untuk melihat rumah gurita. Mereka nanya keberadaan rumah itu,” katanya. Cukup lama kami berbincang dengan Yana dan Visto. Namun, misteri rumah gurita itu sama sekali belum terbuka. Baik Yana maupun Visto mengaku hanya mendengar selentingan saja mengenai keberadaan rumah tersebut. Akhirnya, kami memutuskan mendatangi rumah Jalan Sukadamai No 6 yang disebut satu-satunya pintu masuk rumah gurita. Hujan masih terus mengguyur dan kopi pun sudah habis diminum.
0 komentar:
Posting Komentar